Informasi yang berhasil dihimpun RB, target “orang dalam” tersebut sebenarnya bukan Gubernur, melainkan kursi Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Provinsi Bengkulu yang saat itu diduduki Drs. H. Chairuddin. Namun secara tidak sadar, hal itu juga menjerumuskan Gubernur selaku atasan Chairuddin.
Dalam perjalanannya, posisi Chairuddin selaku Kadispenda memang terpental. Namun dampak lebih jauh dengan bergulirnya pemindahan DBH PBB-BPHTB tersebut ke rekening baru, Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin dengan sendirinya ikut terseret. Implikasi hukum ini yang tidak terpikirkan oleh orang tersebut sampai kemudian BPK benar-benar masuk melakukan audit, lalu merekomendasikan temuan tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Skenario “orang dalam” ini, menurut pengamat masalah politik dan administrasi dari Universitas Bengkulu (Unib), Drs Juim Thaap, M.Si, sangat mungkin terjadi. Dia memaparkan, dalam teori organisasi sangat terbuka peluang orang dalam yang merancang atau menskenariokan kasus Dispendegate hingga akhirnya bergulir ke ranah hukum.
Juim berpendapt, kalau memang ada skenario yang dirancang orang dalam, maka pastilah scenario itu sudah dirancang cukup lama.
“Saya tidak memastikan kalau teori itu terjadi dalam kasus Disnpenda Provinsi ini. Namun kalau berdasarkan manajemen konflik dalam organisasi biasanya memang ada orang yang saling jatuh-menjatuhkan,” terang Juim.
Selanjutnya ia mengatakan tidak menutup kemungkinan modus atau tujuan awal “orang dalam” tersebut adalah untuk melengserkan Chairuddin dari tahtanya sebagai Kadispenda Provinsi. “Saya tidak bisa memastikan apakah orang dalam itu adalah untuk menggantikan Charuddin saja ataukah tidak senang dengan kepemimpinan Chairuddin. Namun kalau memang benar tentunya orang dalam tersebut gusar dengan kepemimpinan Charuddin,” jelasnya.
Namun kata Juim, aktor intelektual dibalik layar tersebut tidak menyadari kalau strateginya itu keluar dari seknario dan merembet ke ranah hukum. Alhasil implikasinya juga menyeret orang nomor 1 di Bengkulu ini. “Karena jika pada sidang perkara Charuddin dinyatakan bersalah, mau tidak mau Agusrin sebagai kepala daerah juga terseret,” pungkasnya.
Seperti tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Gubernur Agusrin didakwa telah turut serta melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri terkait penyaluran dan penggunaan dana bagi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Provinsi Bengkulu tahun 2006. Versi JPU, Agusrin telah menyetujui dan memerintahkan pembukaan rekening tambahan pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Bengkulu di luar rekening kas umum daerah. Agusrin lantas menyetujui memindahkan dana bagi hasil PBB dan BPHTB dan penerimaan lainnya yang seharusnya disetorkan ke rekening kas umum daerah, justru ke rekening Bank BRI.
Ada dugaan, sebelum BPK masuk, informasi soal rencana penampungan DBH PBB-BPHTB itu sudah dibocorkan lebih dulu oleh “orang dalam”.
Sudah di Meja Presiden
Di sisi lain, surat usulan penonaktifan Gubernur Agusrin M Najamudin yang dikirim Mendagri Gamawan Fauzi kepada Presiden SBY, sudah diproses di tingkat secretariat Negara (Setneg). Surat usulan tersebut kabarnya sudah diteruskan ke maja presiden untuk ditanda tangan.
Juru Bicara/Kapuspen Kemendagri, Reydonnizar Moenek ketika dikonfirmasi tadi malam mengatakan hingga kemarin pihaknya belum menerima balasan dari istana apakah usulan penonaktifan yang diajukan Mendagri sudah disetujui Presiden atau belum. Kalau disetujui, maka tindak lanjutnya berupa Keputusan Presiden (Keppres).
Di dalam surat usulan yang diajukan Mendagri Gamawan Fauzi, bukan cuma mengusulkan penonaktifan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin, tapi juga mengusulkan Wakil Gubernur Junaidi Hamsyah, S.Ag, M.Pd diangkat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur selagi Gubernur Agusrin masih menjalani proses hukum dengan status terdakwa.
“Hingga hari ini kami belum menerima Keppres penonaktifan Agusrin. Kalau sudah turun tentu kami akan informasikan,” jelasnya.
Terkait kapan Keppres penonaktifan akan turun, Reydonnizar mengatakan Mendagri tidak bisa memastikannya. Pasalnya penonaktifan Gubernur muktak adalah wewenang Presiden sebagai kepala negara. “Penonaktifan Agusrin ada ditangan Presiden, Mendagri sifatnya hanya menunggu saja,” pungkasnya.(ble)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar